Langit mendung dan hujan gerimis tipis saat pesawat yang ditumpangi 4 delegasi dari Indonesia mendarat di Tribhuvan International Airport, Kathmandu, Nepal, tengah hari tanggal 26 Juli 2019. Empat delegasi itu adalah KS Arsana (Ketua Umum DPP Prajaniti Hindu Indonesia), Wayan Catra Yasa (Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Prajaniti Hindu Indonesia), Nyoman Marpa (Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Pengurus Harian PHDI Pusat), dan I Ketut Budiasa (Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia). Keempat delegasi akan bergabung dengan hampir 100 orang dari berbagai Negara mewakili organisasi Hindu di Negara masing-masing dalam konferensi “Global Hindu Thought Leader’s Meet” yang diselenggarakan di Ibu Kota Nepal, Kathmandu. Acara yang digagas bersama oleh World Hindu Federation dan Global Hindu Federation ini berlangsung padat selama 2 hari, 27 dan 28 Juli 2019, setelah didahului dengan welcome dinner sehari sebelumnya (26 Juli 2019), dan beberapa acara tambahan yang tidak kalah penting sehari setelahnya (29 Juli 2019), diantaranya diterima oleh Perdana Menteri Nepal, Khadga Prasad Sharma Oli, di kantor Perdana Menteri.
Acara inti tanggal 27 Juli pagi hari, dimulai dengan salam hangat dari Master of Ceremony yang adalah Miss Nepal 2019. Panitia lokal rupanya menyiapkan acara dengan sangat rapi: terlihat dari materi cetak, booth, MC dan segala hal teknis lainnya. Tidak kalah berkelas tentunya adalah steering committee, terlihat dari konten acara dan para tokoh yang hadir. Sesi pertama diisi oleh 3 orang sekaligus : “Current Status of Hindu Dharma in Nepal” oleh Shri Prof. Ram Babu Singh (Life member World Hindu Federation, Nepal), “Creating a Global Narrative for Hindu Dharma” oleh Shri Ashwani Kumar Chrungoo (Bharatiya Janata Partij Spokesperson for Kashmir) dan “Red Swastik Society, a Global Health Initiative” oleh Shri Rajesh Mudholkar (Vice President Global Hindu Federation). Menarik untuk dicatat adalah kiprah organisasi Red Swastik Society, semacam “palang merah Hindu” yang sudah 18 tahun malang melintang melayani masyarakat India, dan siap melebarkan sayap ke berbagai Negara, termasuk Indonesia.
Pada sesi kedua, delegasi dari Indonesia, KS Arsana memperoleh kesempatan menyampaikan presentasi dengan beberapa pesan penting diantaranya : Tat Twam Asi, Vaisudewam Khutumbhakam dan local wisdom Tri Hita Karana. Hindu harus muncul ke permukaan dengan nilai-nilai universal tersebut untuk memberi warna pada dunia yang saat ini sangat membutuhkannya.
Sri Dato Pardip Kukreja menjadi bintang sesi ketiga dengan pemaparan “Hindu Dharma Under Siege”. Dengan sedih Dato menampilkan data pemeluk Hindu di berbagai belahan dunia dalam beberapa tahun terakhir, yang secara mengkhawatirkan menunjukkan trend penurunan yang tajam. Dato menggugat pemikiran “Hindu sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan akan tetap ada hingga ribuan tahun kedepan”. Tentu gugatan Dato bukan tanpa alasan. “Simple, bila anda memimpin Perusahaan dan perusahaan anda kehilangan 50% pangsa pasar, anda tidak bisa memiliki keyakinan bahwa perusahaan anda akan tetap survive dalam beberapa waktu kedepan. Disruption dapat menghancurkan dalam beberapa hari”, demikian Dato memberi argument. Sebuah argument logis yang sulit dibantah. “Kita percaya dengan Weda yang menyatakan Dharma Raksati Raksitah – barang siapa menjaga Dharma, maka Dharma akan menjaganya. Tetapi pertanyaannya, siapa dan dengan cara apa menjaga Dharma ? Dharma tidak cukup dijaga hanya dengan pemikiran-pemikiran, diskusi-diskusi, seminar-seminar. Dharma harus dijaga dengan tindakan nyata. Saat ini, bahkan bila ada 1 orang Hindu di pelosok dunia, aka nada orang yang datang untuk mencoba mengkonversinya. Kita memerlukan persatuan, unity, dan tindakan kongkret untuk menghentikan hal tersebut” lanjut Dato.
Pada sesi penutup, perwakilan Parisadha Hindu Dharma Indonesia, Dr Nyoman Marpa, memperoleh kehormatan menerima selendang dari tuan rumah, dan selanjutnya mewakili tuan rumah Nepal untuk memberikan kenang-kenangan kepada semua speaker dan chairman.
Klimaks acara ini terjadi di penghujung hari, saat President Global Hindu Federation, Dato Pardip Kukreja bersama Acting President World Hindu Federation, Shri Pramod K. Choraria menyerukan agar seluruh delegasi menyetujui sebuah “MOU”, yang dimaknai sebagai “Memorandum Of Unity”, yang merupakan pengejawantahan semangat seluruh delegasi untuk menyatukan gerakan organisasi-organisasi Hindu dari berbagai negara dalam sebuah gerakan besar dan sistematis untuk kemajuan Hindu dunia. Ada beberapa point resolusi yang disepakati diantaranya :
- Bertekad untuk mempromosikan dan mendukung program-program pengembangan Hindu Youth secara global
- Bertekad Global Health Care “Red Swastik” akan diluncurkan secara global dengan target terdekat adalah Nepal, Malaysia dan Indonesia. Sampai 31 Desember 2019, minimal 1 dari 3 target tersebut harus terwujud.
- Bertekad meluncurkan konsep “Global Hindu Village” sebagai pusat koordinasi untuk perencanaan, implementasi dan monitoring aktivitas dan proyek-proyek Hindu global
- Bertekad untuk mempromosikan Global Hindu Business Networking Forum untuk mendorong kesejahteraan ekonomi umat Hindu dan mengajak individu-individu yang sukses kedalam forum untuk memberikan bimbingan bisnis.
- Bertekad mendirikan Hindu Human Right Organization dan rencana kerja untuk organisasi tersebut
- Konversi Hindu di Nepal sebagai hal yang serius dan perlu mendapat intervensi dari pemerintah Nepal untuk menghindari hancurnya budaya, tradisi, warisan dan agama Nepal dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Resolusi Kathmandu diakui sebagai sebuah langkah maju dimana 2 organisasi Hindu Internasional bertemu dalam tujuan dan semangat yang sama untuk melayani Dharma. Tantangan besar dan nyata rupanya telah memanggil dan menggerakkan hati tokoh-tokoh Hindu dari berbagai Negara untuk bersatu. Dharma Raksati Raksitah tidak cukup hanya slogan, ia harus mewujud dalam tindakan yang sistematis, sinergis dan berkelanjutan. Hanya dengan itu, Dharma terlindungi, dan dengan itu pula Dharma melindungi.